Rabu, 11 Februari 2015

Marak Mark Down Kapal Penangkap Ikan di Daerah

eanekaragaman hayati di wilayah pesisir dan laut meliputi kenakearagaman genetik, spesies dan ekosistem. Keanakeragaman hayati dengan nilai manfaatnya baik secara ekonomis, sosial, budaya, dan estetika perlu memperoleh perhatian serius agar strategi pengelolaan keanekaragaman hayati pesisir dan laut sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Kawasan konservasi perairan merupakan bagian dari upaya pengelolaan atau konservasi ekosistem. Berangkat dari hal tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan Permen Nomor 2/Permen-KP/2015 tentang Pelarangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Selain itu, menyikapi terjadinya IUU fishing yang menyebabkan terjadinya kerugian bagi Indonesia dan untuk mentertibkan alih muatan di perairan Indonesia, KKP telah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 56/PERMEN-KP/2014 tanggal 3 November 2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan  Negara Republik Indonesia untuk kapal perikanan yang dibangun di luar negeri serta Permen KP Nomor: 57/PERMEN-KP/2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kelautan dan perikanan Nomor: Per.30/Men/2012 tentang Usaha Perikanan tangkap di wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, dimana Permen ini mengatur tentang Pelarangan Pendaratan Ikan Hasil Tangkapan dari Kapal Penangkap Ikan yang Melalui Alih Muatan di Laut.
Dampak kebijakan KKP
Sikap tegas dan dampak pemberlakuan Permen tersebut bukan tidak mungkin memicu reaksi dari masyarakat, khususnya masyarakat nelayan di Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati dan Kota Tegal. KKP terus berupaya untuk menertibkan kapal-kapal yang tidak sesuai dengan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT), Gellwynn Jusuf mengatakan, nelayan di Kabupaten Rembang, Pati dan Tegal banyak menggunakan kapal dengan alat tangkap pukat tarik (dogol dan cantrang) dan pukat hela (pukat dorong untuk mencari udang rebon).
Gellwynn menambahkan jumlah kapal dengan alat tangkap kelompok pukat tarik di Kabupaten Rembang terdiri dari: Dogol sebanyak 1.430 unit, Cantrang sebanyak 302 unit, Pukat dorong untuk rebon sebanyak 30 unit. Total 1.762 unit. Sementara itu, jumlah kapal dengan alat tangkap di Kota Tegal adalah sebagai berikut: Pukat Tarik (Cantrang) sebanyak 760 unit, kapal selain Pukat Tarik selain 103 unit. Total sebanyak  863 unit. Di Pati sendiri jumlah kapal penangkap sebanyak 611 unit dan kapal pengangkut sebanyak 76 unit dengan total keseluruhan 687 unit.
“Kapal tersebut dimiliki oleh perseorangan dan kelompok nelayan. Untuk kapal-kapal yang menggunakan pukat hela dan pukat tarik saat ini sudah tidak beroperasi. Memang dampaknya nelayan banyak yang tidak melaut. Namun, jika kapal-kapal ini terus beroperasi akan memberikan efek buruk bagi ekosistem laut kedepannya,” ungkap Gellwynn.
Saat ini di Tegal sudah dihentikan pelayanan perpanjangan SIPI untuk kapal cantrang seiring dengan pemberlakuan Permen Nomor 2/Permen-KP/2015. Penggunaan alat penangkap ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) telah mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan.
“SIPI dengan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Permen ini, masih tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya,” pungkas Gellwynn
Banyak kapal nakal tidak sesuai ukuran
Tak hanya menertibkan kapal yang dapat merusak lingkungan bawah laut Indonesia, KKP juga menemukan banyak kapal nakal yang tidak sesuai ukuran di lapangan.
Untuk melihat kondisi lapangan yang sesungguhnya, KKP melalui DJPT menurunkan tim terpadu ke Rembang, Pati, dan Tegal dengan memilih secara acak sample ukuran Gross Tonnage (GT) kapal dan hasilnya sangat mengejutkan.
Berdasarkan random sampling pengukuran GT kapal perikanan yang ada, ditemukan data sebagai berikut:
Tabel Hasil Pengukuran Kapal Sampling Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tasik Agung

No.
Nama Kapal Ukuran Bersarkan Gross Akte (GT) Hasil Pengukuran di Lapangan (GT) Selisih (GT)
1. Safa’at Jaya Abadi 29 81 52
2. Wahyu Santoso 15 34 19
3. Rukun Abadi 01 30 65 35
4. Tunggal Ika 26 37 11
Tabel Hasil Pengukuran Kapal Sampling Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari

No.
Nama Kapal Ukuran Bersarkan Gross Akte (GT) Hasil Pengukuran di Lapangan (GT) Selisih (GT)
1. Hasil Wijaya 30 68 38
2. Jaya Mulya 30 55 25
3. Purbasari Jaya 30 64 34
4. Satria Kirani 30 64 34
5. Sumber Berkah 30 50 20
6. Ulam Sari Putra Tsani 30 49 19
7. Hana - R 30 47 17
8. Abimanyu Abadi 30 49 19
9. Argo Mulya Putra 30 70 40
10. Berkah Jaya-5 30 63 33

Tabel Hasil Pengukuran Kapal Sampling Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Bajomulyo

No.
Nama Kapal Tanda Selar Pengukuran Fisik (GT) Selisih
(GT)
1 Harapan Sejati I GT 29 No. 153/Np 71 42
2 Harapan Sejati II GT 30 No. 157/Np 122 92
4 Karunia Barokah II GT 30 No. 132 Gb 48 18
5 Mino Barokah GT 29 No. 152NP 131 102
6 Tunggal Ika GT 26 No. 906/Ft 37 11
(perhitungan GT berdasarkan PM. 08 Tahun 2013 tentang pengukuran kapal)
“Kami temui di lapangan banyak kapal nakal tidak sesuai ukuran. Sampai saat ini pengukuran ulang kapal terus kami lakukan (fisik kapal), karena ukurannnya menjadi lebih kecil dari yang tertera di surat ukur yang sekarang. Kami akan tertibkan dan cabut izinnya,” pungkas Gellwynn.
Gellwyyn menambahkan, beberapa data yang dimiliki oleh KKP juga turut memperkuat dugaan terjadinya mark down. Dari data tersebut sangat jelas terlihat pemilik kapal sengaja melakukan mark down ukuran kapal dengan maksud agar mendapatkan BBM bersubsidi. Selain itu, kapal yang di mark down otomatis pembayaran Pungutan Hasil Perikanan (PHP)nya tidak sesuai dengan ukuran kapal, sehingga merugikan negara dalam hal Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)