Kamis, 02 April 2015

KKP DAN LEMBAGA TERKAIT KOMITMEN DALAM PENEGAKAN HUKUM

Dalam rangka menuju kepada cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan lembaga terkait berkomitmen dalam penegakan hukum di laut. Pembangunan kelautan dan perikanan lima tahun kedepan harus dilandasi oleh  tiga pilar yang saling terintegrasi, yakni aspek-aspek kedaulatan (sovereignity), keberlanjutan (sustainability), dan kemakmuran (prosperity). Hal ini disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam sambutannya di acara Semiloka Penguatan Penegakan Hukum di  Bidang Kelautan dan Perikanan, di Jakarta, Senin (30/03).
Menteri Susi menegaskan bahwa cita-cita Presiden Jokowi yang ingin mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia tidak akan bisa diwujudkan apabila Indonesia gagal melaksanakan  penegakan hukum yang berwibawa dan tegas, serta tanpa pandang bulu (non diskriminatif). “Nasib Penegakan hukum Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing ada di ditangan Bapak-bapak dan Ibu-ibu. Halaman baru dari penegakan hukum kita terhadap IUU Fishing harus kita mulai. Penegakan hukum yang tidak kompromistis dan mampu menumbuhkan efek gentar terhadap  siapapun,” tegas Menteri Susi kepada tamu yang hadir diantaranya, Kabaharkam Polri yang mewakili Plt Kapolri; Asisten Operasi (Asops) TNI AL mewakili Kasal; Sestama Bakamla yg mewakili Kabakamla, Ketua Satgas Gahtas IUUF dan para anggota Satgas, Sekjen KKP, Dirjen PSDKP, Perwakilan dari Kemitraan,  dan peserta Semiloka (Asop-asop lantamal, Kadiv-kadiv hukum lantamal, Direktur-direktur  Polair, dan Kepala-kepala Satker dan Pangkalan PSDKP).
“Dalam pelaksanaanya selama 5 bulan setelah saya dilantik sebagai Menteri, saya  telah menetapkan beberapa strategi kebijakan dengan tujuan meningkatkan kemandirian dalam mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Strategi yang dilaksanakan mencakup pemberantasan  IUU Fishing, memberlakukan moratorium perizinan usaha perikanan tangkap bagi kapal eks asing,  meningkatkan kepatuhan (compliance) pelaku usaha kelautan dan perikanan, penataan perizinan usaha perikanan, pelarangan alih muatan (transhipment), penerapan manajemen kuota penangkapan, rehabilitasi ekosistem pesisir dan pengelolaan kawasan konservasi perairan, dan  pengaturan alat tangkap ramah lingkungan serta strategi-strategi lainnya,” ungkap Menteri Susi.
Menurut Menteri Susi ada beberapa hal yang harus dilakukan kedepan agar tidak ada lagi penegakan hukum yang sangat lemah seperti perlakuan terhadap kapal Hai Fa. “Diantaranya (1) pembangunan on line case tracking system yang harus di update secara real time oleh semua penyidik  dan bisa diakses secara bersama-sama diantara penyidik, bahkan penuntut. Semua institusi dengn akses itu bisa mengontrol dan memberikan bantuan satu sama lain. Saya sudah minta Satgas anti IUU Fishing dan Ahli IT untuk bekerja sama dengan bapak-bapak, agar case tracking system bisa diselesaikan dengan cepat; (2) saya minta ada penyempurnaan dalam SOP penegakan hukum kita, agar tidak ada lagi kejahatan perikanan yg sangat serius (serious crime) hanya didakwa dengan hukuman denda pidana (hukuman ringan) saja. Kita semua berkewajiban untuk menggunakan pasal-pasal yang mampu menumbuhkan efek gentar. Saya pun tidak menutup kemungkinan mengusulkan perubahan UUP–namun dengan UUP ini saja,  sebetulnya kita masih bisa menggunakan pasal-pasal yang ancaman hukumannya berat; (3) saya minta semua penanganan perkara dibahas dalam rakor rutin sebulan sekali yang dihadiri oleh paling tidak masing-masing  eselon 1 (KKP, Polri, TNI AL, Bakamla dan Kejaksaan) dengan menggunakan bahan on line case tracking system; (4) selenggarakan diklat bersama yang dilakukan  secara rutin agar terjadi kesamaan pandangan dalam penegakan hukum IUU Fishing; (5) Penegakan hukum tidak dapat lagi dilakukan secara parsial dan sektoral. Kejahatan atau pelanggaran yang termasuk dalam kategori IUU Fishing seringkali tidak terlepas dengan beberapa kejahatan lainnya,” tegas Menteri Susi.
Menteri Susi juga menjelaskan satu hal penting yang perlu dipahami bersama bahwa penegakan hukum sebagai pilar pemberantasan IUU Fishing tidak dapat dilakukan lagi secara business as usual, parsial dan sektoral. Kejahatan atau pelanggaran IUU Fishing harus di respon dengan cara-cara yang keras dan tegas sehingga mampu menimbulkan efek gentar dan mampu membuat mereka jera atau kapok (deterrent effect). Penanganannya pun harus dilakukan secara bersama-sama dan sinergis. Kejahatan IUU Fishing seringkali tidak terlepas dari  kejahatan lainnya  seperti pelanggaran kepabeanan, pajak, imigrasi, ketenagakerjaan, narkotika, pencucian uang, dan lain-lain.
Sebagaimana diketahui, Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha berjanji untuk mengakhiri perdagangan manusia di industri perikanan, setelah terkuaknya perdagangan tenaga kerja pada industri tersebut. Thailand menghadapi larangan ekspor kelautan dan mungkin diperluas untuk menutup ekspor utama lainnya lainnya seperti beras atau karet. Gen Prayut dalam siaran persnya juga mengatakan perusahaan yang melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan negara-negara lain dan penggunaan pekerja yang diperdagangkan harus dihukum dan tidak memiliki banyak kesempatan untuk melakukan bisnis apapun di negara ini. “Ini merupakan bentuk komitmen yang kuat dari Pemerintah Thailand dalam menegakkan hukum,” tambah Menteri Susi.
Menurut Menteri Susi, tentunya tidak mudah untuk dapat mewujudkan penegakan hukum dibidang kelautan dan perikanan yang memenuhi 3 (tiga) tujuan  diatas  karena melibatkan banyak instansi lain yang turut berperan dalam hal ini. Selain soal banyaknya intansi yang terkait, masih ditemukannya beberapa permasalahan yang perlu diselesaikan secara bersama, diantaranya adalah masih minimnya dukungan teknologi, sarpras, kapasitas penegakan hukum (skill)  yang masih rendah, integritas aparat, dan keterpaduan dalam penanganan perkara kelautan dan perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan telah melakukan kerjasama khususnya dengan beberapa intansi yaitu TNI Angkatan Laut, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung RI, dan  PPATK. Dalam waktu dekat kami akan membangun kerjasama yang intensif dengan Bakamla.(RP/Wien)