Kamis, 12 Februari 2015

KKP Ingin Masyarakat Pesisir dan Nelayan Banyak Duit

Jakarta, HanTer - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengusung program kerja komersialisasi sektor kelautan dan perikanan. Program kerja itu, lebih ditujukan pada kelompok, masyarakat pesisir atau dalam hal ini nelayan yang menjadi target program penanggulangan kemiskinan. Kongkrit dari program komersialisasi, ada sinergi dari efektivitas lembaga keuangan terutama di pedesaan dengan peningkatan nilai tambah.

“Lembaga keuangan, bisa statusnya koperasi. Pemerintah pusat lebih banyak intervensi, sehingga meningkatkan kehidupan masyarakat sampai pada penciptaan nilai tambah,” ujar Dirjen Perikanan Tangkap (DJPT), Gellwyn Jusuf, di Jakarta, Rabu (29/10/2014).

KKP tidak terpaku pada satu atau dua program saja, tetapi beragam. Misalkan, program bantuan kapal Inka Mina yang sempat jadi pro dan kontra. Program tersebut akhirnya dihentikan, mengingat kegiatan pengoperasian sampai dengan pengadaan terus bermasalah di lapangan.

Hasil rapat DJPT dengan Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP), Susi Pudjiastuti, akhirnya muncul kesepakatan merealisasikan program 1.000 Kampung Nelayan.

Program tersebut, sebetulnya tidak berbeda jauh dengan Program Kehidupan Nelayan (PKN). Tetapi hal yang lebih mengena, yakni pada pendanaan yang triple track.

Pertama, KKP akan menindaklanjuti program pendanaan dari anggaran 12 kementerian atau lembaga negara. Selain itu, program 1.000 Kampung Nelayan juga akan disinergikan dengan alokasi dana desa (ADD). Pemerintahan saat ini, telah mengalokasikan anggaran khusus ADD pada APBN 2015 sebesar Rp9,1 triliun.

“Kami akan minta dana Rp1 milyar per desa. Track ketiga, KKP akan melanjutkan program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri Pedesaan. Dari triple track (pendanaan), kita bisa wujudkan 1.000 kampung nelayan sampai lima tahun ke depan. Target minimal, satu tahun kami bisa bangun 100 (kampung) dulu,” ungkapnya.

Selama rapat, Susi menurut Gellwyn, mengarahkan program pengentasan kemiskinan pada delapan juta penduduk di beberapa daerah. Dari jumlah tersebut, sebagian besar adalah kelompok nelayan dan masyarakat pesisir. Program pengentasan kemiskinan harus mengutamakan mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.

“By name, by address, ada datanya lengkap di BPS (Biro Pusat Statistik),” ungkapnya.

Kebijakan fiskal yang diterapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), secara simultan akan mempercepat program pengentasan kemiskinan. Dari situ, Kemenkeu bisa menyalurkan bantuan kepada delapan juta masyarkat yang hidup di bawah garis kemiskinan.

“(Kemenkeu) bisa menyalurkan dulu kepada delapan juta penduduk, mereka juga kelompok buruh yang tidak punya kapal (penangkapan ikan). (Penyaluran bantuan) untuk kelompok yang hampir miskin. Artinya, ketika ada sedikit saja kenaikan harga gula, beras, minyak, mereka langsung jatuh miskin,” imbuhnya.

Di kesempatan yang sama, Susi mengaku, tidak peduli dengan kritikan di luar KKP, yang meragukan kemampuan dan kompetensinya. Sebaliknya, ia justru mengajak pihak tertentu untuk terlibat dalam upaya pembenahan sektor kelautan dan perikanan termasuk illegal fishing.

“Kalau mereka bisa memperlihatkan kesombongan, mengapa tidak ikut membenahi. Tetapi, kalau hanya berkoar-koar, dan ngomong doang, buat apa?.” tegas Susi usai menjalani Serah Terima Jabatan di Gedung Mina Bahari III.

Esensi dari pembenahan sektor perikanan dan kelautan, Susi mengaku tidak muluk-muluk. Ia konsisten akan meneruskan program yang sudah dirintis menteri sebelumnya. Hal yang paling esensial dan harus segera dibenahi dalam rentang waktu tiga bulan yakni kinerja ekspor, dan illegal fishing.

“Kami akan menganalisa alat tangkap, sehingga bisa mendapatkan (ikan tangkapan nelayan) secara maksimum. Potensinya kan ada,” paparnya.

Upaya pembenahan dibarengi dengan sistem keja yang bagus. Selain itu, semua perangkat kerja di KKP akan berjalan dalam sistem yang berorientasi pada bisnis.

Semua perangkat kerja bermuara pada komersialisasi sektor perikanan dan kelautan. MKP juga akan mengedukasi nelayan untuk berpola pikir komersial. Secara simultan, MKP sudah mengumpulkan berbagai data terkait illegal fishing.

“Bukan hanya data illegal fishing, tetapi juga mengenai bantuan kapal dan lain sebagainya. Masyarakat bisa akses (informasi).” tutup Susi.
(Barliana Siregar)

Indonesia, Negara Maritim

Indonesia, Negara Maritim Kita
Indonesia adalah negara kaya.
Baik itu daratan maupun
kelautan. Banyak potensi yang
dapat dibanggakan. Diantaranya
wilayah darat yang memiliki
banyak potensi sumber daya alam
untuk menopang perekonomian
Indonesia. Selain itu, wilayah
kelautan juga tak kalah penting.
Dua pertiga dari luas negara
Indonesia adalah laut. Sehingga
14 persen dari garis laut di dunia
dimiliki oleh Indonesia. Sebanyak
17.504 juga bernaung di laut
Indonesia.
Tak salah jika banyak orang-
orang yang menyebutkan jika
Indonesia adalah negara surga
dengan kekayaan alam yang
melimpah ruah. Sebagai bangsa
yang mendiami surga itu
tentunya ada rasa kebanggaan
yang kita miliki dengan kondisi
yang demikian. Hanya saja,
sampai kapan kita akan terus
berbangga dan tidak melakukan
apa-apa untuk mempertahankan
negeri surga ini? Bisa jadi, suatu
saat surga ini akan berubah
menjadi neraka yang tidak
mungkin akan kita banggakan
lagi.
Ini bisa saja terjadi melihat
kenyataan yang terjadi. Potensi
laut kita sudah mulai tak terjamah
lagi. Nelayan kita masih banyak
yang berekonomi dibawah
cukup. Padahal jika Indonesia
merupakan negara laut yang
kaya, harusnya nelayan yang
merupakan salah satu pihak yang
ikut serta berperan dalam
menciptakan negara kelautan
menjadi negara maritim juga ikut
diuntungkan. Tapi begitulah
kenyaatan yang terjadi. Nelayan
yang miskin, sementara tak ada cara untuk memberikan kesadaran kepada nelayan kita untuk empotensikan kelauatan kita.
Mungkin juga berhubungan tingkat pendidikan. Rata-rata nelayan di Indonesia memiliki pendidikan yang rendah. Menjadi
nelayan hanya merupakan pilihan
karena tak ada pekerjaan yang
lebih layak didapatkan. Padahal,
jika kita pandai mengolah
kelautan, penghasilan sebagai
nelayan tidak akan
mengecewakan.
Pendidikan diIndonesia juga tak
mengenalkan secara utuh
tentang kelauatan. Misalkan saja,
wawasan kelauatan. Ini hanya
kita dapatkan melalui pelajaran
geografi. Tapi satu displin ilmu
yang khusus mengajarkan
tentang kelauatan belum ada di
bangku pendidikan. Dalam satu
disiplin ilmu yang khusus tentang
kelautan ini seharusnya diajarkan
bagaimana mengolah potensi
laut, mengetahui potensi laut
Indonesia, mengetahui luas
teritorial negara indonesia dan
hal-hal lain yang menyangkut
kelautan Indonesia. Di bangku
sekolah kita hanya diajarkan
tentang negara Indonesia yang
kaya dengan laut dan kita sebagai
rakyat Indonesia harus bangga
dengan potensi ini.
Boleh jadi, pengajaran yang
demikian yang menyebabkan kita
tak bisa berbuat apa-apa untuk
mengolah dan mempertahankan
kelautan Indonesia. Dan itu
berdampak sampai hari ini,
dengan tak adanya orang
mudaatau kita yang peduli
dengan kekayaan laut di negara
Indonesia. Yang lebih parah jika
hanya mengunjungi satu daerah
yang memiliki potensi laut yang
Indah, kita seorang muda
Indonesia hanya bisa
mengeluarkan kamera dan
tersenyum manis di depan lensa
untuk mengekspresikan
kebanggaan itu. Entah itu bangga
atau hanya menambah daftar
koleksi photo, juga tak jelas,
kenyataannya memang demikian.
Tapi, jika kurikulum di Indonesia
sudah mulai menyentuh arah
untuk mempotensikan kelautan
Indonesia dengan mempelajari
tentang bagaimana mengolah
laut, mengenal batas terotial dan
lain sebagainya tentunya generasi
muda mendatang tak akan sama
dengan generasi muda yang
narsis sekarang. Generasi muda
mendatang tentunya akan
menjasi generasi yang
memikirkan tentang potensi
kelautan Indonesia.
Generasi muda mendatang yang
telah dibekali pemahaman
demikian juga akan bertindak
dengan kasus yang terjadi
beberapa tahun lalu dengan
terlepasnya beberapa pulau milik
kita pada negara asing.
Kejadiannya mungkin tidak
seperti lalu yang hanya diam
membiarkan Sipadan, Ligitan
terlepas dan tidk menjadi bagaian
dari negara kita.
Selain pendidikan, tentunya
banyak hal lain yang perlu kita
lakukan untuk mempotensikan
negara kelauatan Indonesia.
Pembangunan negara kelautan
mungkin tidak diartikan secara
verbal yaitu membangun fasilitas-
fasil itas tertentu. Maksud
pembangunan laut adalah
bagiamana membuat laut lebih
berpotensi sehingga julukan
Indonesia sebagai negara
maritim tidak lagi sebagai
paradigma tetapi telah menjadi
kenyataan yang sesungnguhnya.
Banyak hal yang seharusnya kita
lakukan untuk membangun
paradigma yang demikian
sehingga menjadi suatu
kenyataan yang menyebutkan
negara Indonesia adalah negara
maritim.
Menurut catatan Prakoso
Bhairawa Putera (LIPI) yang
dimuat dalam suara Karya 10
Januari 2010 ada Ada lima aspek
atau pilar yang dapat menjadi
modal utama dalam menopang
penguatan pembangunan negara
maritim modern di Indonesia.
Kelima aspek tersebut meliputi:
Kesadaran geografis, penegakan
kedaulatan yang nyata di laut,
memberikan kontribusi akan
keberadaan negara maritim yang
modern dengan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, meletakkan
pentingnya penataan ruang
wilayah maritim dan penegakan
sistem hukum maritim.
Kelima pilar tersebut harus
diwujudkan untuk menciptakan
pembangunan Negara maritim.
Namun, yang paling terpenting
dari lima pilar tersebut adalah
kesadaran geografis. Mungkin
selama ini masyarakat Indonesia
belum memiliki kesadaran
geografis sehingga kurang
memahami potensi kelautan
negara Indonesia. Sebab
nyatanya masyarakat Indonesia
masih terkurung dalam mimpi
Indonesia negara kelauatan,
sementara tak bisa melakukan
apa-apa, hanya larut dalam
mimpi-mimpi tersebut. Kita hanya
bisa berbangga tanpa berbuat
apa-apa. Sudah saatnya kita
keluar dari mimpi tersebut dan
melakukan banyak hal untuk
menimbulkan kesadaran akan
negara maritim negara kita.