Senin, 11 Juli 2016

Jangan menilai buku dari sampulnya, menilai orang dari penampilannya

Pernahkah kamu berniat untuk membeli sebuah buku? Dan seperti apa buku yang menurut kamu bagus, apakah kamu akan menilai bagus tidaknya buku itu melalui profil si pengarang, judul, ketebalan atau desain yang ada di cover atau sampulnya? Saya rasa yang paling utama kamu nilai adalah dari segi desain sampul yang menarik, bukan dari profil pengarang, tebal buku atau judulnya. Begitu pula ketika kamu menemui seorang kenalan, apakah kamu akan menilai seseorang dari keluarga mana dia berasal? Tentu tidak, kamu pasti akan menilai orang itu dari segi penampilannya. Mau dia kaya, miskin, ataupun pintar, jika tidak memiliki penampilan rapi maka sudah dipastikan kamu akan menilai buruk orang itu. Namun, apakah kamu setuju dengan konsep menilai bagus tidaknya suatu buku bisa melalui sampul yang bagus pula? Kenapa orang bisa tertarik dengan sampul terlebih dahulu? Dari yang kita bahas, tema kita adalah “jangan menilai sesuatu dari penampilannya” karena itu memang sesuatu yang masuk akal buat saya. Karena memang sudah ada ungkapan “Don’t judge a book by its cover” artinya kalau kita ingin menilai buku nilailah bukunya, jangan kita menilai buku tapi yang kita nilai adalah sampulnya. Ini adalah dua hal yang berbeda.
Dibalik ungkapan tersebut, banyak sekali makna yang tersirat didalamnya. Katakanlah seseorang yang biasa saja, tampil apa adanya, bukannya tidak banyak orang yang menyepelekannya begitu saja? Tak bisa dipungkiri lagi, banyak dari kita yang belum bisa berlaku adil terhadap sesama, suka membeda-bedakan, bahkan sampai bertegur sapa saja dia enggan. Pada akhirnya dia akan akan beranggapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Ketika kita melihat sampul itu jelek, belum tentu isinya juga jelek. Makanya kita harus benar-benar bisa memahami buku bukan dari sampul depan maupun belakang. Tapi, masyarakat sendirilah yang mengajarkan budaya itu. Misalnya ketika kita hendak membeli buku di toko buku, kita lihat tidak sedikit buku yang telah dibungkus plastik demi menjaga keutuhan buku tersebut yang artinya kita tidak boleh membuka buku tersebut sebelum kita membelinya.
Sering kita perhatikan orang yang terkadang memiliki penampilan yang kurang rapi, bertato, seram, tidak tertata, kita terkadang menjuhi mereka untuk mencegah agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Padahal belum tentu dia orangnya jahat. Sedangkan orang yang terlihat rapi, tertata, berkemeja, belum tentu dialah yang terbaik. Kita ambil contoh misalnya koruptor, mereka tidak terlihat seram, tidak terlihat pucel, tapi mengapa mereka tega mengambil uang rakyat untuk kepentingan pribadi saja yang seharusnya itu digunakan untuk rakyat. Jadi kebudayaan itulah yang mengharuskan kita membeli agar bisa mengetahui isinya. Jadi kita hanya bisa melihat bagus tidaknya buku itu melalui sampul depan dan sampul belakang saja. Perkara kecewa, itu urusan belakangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar