Kamis, 26 Maret 2015

12 Prinsip Pemberdayaan

Dalam bukunya “Keadilan, Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan (Owin Jamasy, 2004) dikatakan bahwa para pelaku program pemberdayaan, harus profesional dan komitmen untuk mewujudkan seluruh prinsip pemberdayaan ke dalam setiap kegiatan aksi program. Dikatakannya ada dua belas prinsip yang harus dijadikan kekuatan internal pelaku pemberdaya. 

Pertama, para pelaku utama pemberdaya dan seluruh unsur stakeholders, harus berlaku adil (melaksanakan prinsip kerja  berdasarkan keadilan  dan komitmen untuk meningkatkan kualitas kerja yang adil). Dari sekian banyak arti dan bentuk perilaku adil, setidaknya dua hal diantaranya akan menjadi sangat penting yakni: Keadilan distribusi dan keadilan prosedural.  Adil distribusi adalah berlaku adil  ketika mendistribusikan sesuatu sekalipun yang miskin harus diutamakan. Setiap individu (siapapun orangnya) membutuhkan keadilan, tetapi tidak keluar dari koridor keadilan apabila ternyata berlaku lebih kepada individu atau kelompok miskin; apakah miskin dari aspek intelektual (pengetahuan dan ketrampilan), ekonomi (fisik dan material atau sandang, pangan dan papan), miskin dari aspek politik dan lain-lain. Mereka yang miskin ini sangat membutuhkan perhatian dan intervensi lebih, dan tentu tidaklah sama bagi mereka yang tidak miskin. 
Adalah berlaku adil apabila pendistribusian informasi dan pengalaman (yang terkait dengan pengetahuan dan ketrampilan) lebih mendahulukan mereka yang miskin daripada yang kaya, karena yang miskinlah yang sangat membutuhkan terutama agar terjadi keseimbangan (tidak timpang); demikian juga dalam pendistribusian bahan makanan seperti bantuan beras untuk orang  miskin dan subsidi-subsidi lain dari pemerintah yang selalu mengutamakan orang miskin. Dalam hal ini keadilan berfungsi untuk menyeimbangkan stratifikasi sosial yang acap kali terlihat semakin timpang antara batas yang kaya dengan yang miskin. 
 Keadilan prosedural adalah berlaku adil dalam memberikan pelayanan sekalipun yang harus dutamakan adalah orang miskin. Dan bukan sebaliknya dimana memberikan pelayanan yang cepat kepada mereka yang kaya atau yang tidak miskin. Siapakah yang lebih membutuhkan? Sekalipun dalam pengurusan atau pembuatan Kartu Tanda Pengenal (KTP), adalah berlaku adil apabila si petugas telah memperhatikan yang lebih (pelayanan serius) kepada mereka yang miskin.    

Kedua, seluruh unsur stakeholders harus jujur (jujur kepada diri sendiri dan jujur kepada orang lain). Kejujuran adalah sifat dasariah manusia, namun seringkali berubah (menjadi tidak jujur) karena terkalahkan oleh kepentingan emosi pribadinya. Kejujuran sangat besar pengaruhnya terhadap keadilan. Keduanya merupakan sifat dasariah manusia.

Ketiga, kemampuan melakukan problem solving, menumbuhkan dan memasarkan inovasi, asistensi, fasilitasi, promosi, dan  social marketing. Memecahkan masalah (problem solving) adalah proses bagaimana semua pihak menerima jalan keluar yang ditawarkan. Pemecahan masalah, bisa jadi dari sipemilik masalah itu sendiri. Dalam hal ini terdapat seni bagaimana proses dialog yang baik berlangsung ketika proses mencari jawaban dari sebuah masalah.
Tenaga pemberdaya harus trampil dan kreatif mencari inovasi (ide dan pemikiran baru atau terobosan baru); juga trampil melakukan asistensi dan fasilitasi (bimbingan dan dampingan); demikian juga dalam hal promosi dan sosial marketing. 

Keempat, kerjasama dan koordinasi seluruh unsur  stakeholders  berdasarkan kemitraan.  Kendatipun ada struktur pengelolaan program dengan berbagai atribut jabatannya, namun dalam proses perjalanannya harus berlangsung secara kemitraan.
Mengejar misi dan mencapai tujuan program adalah tugas bersama. Apabila ada persoalan, semestinya menjadi tanggungjawab bersama untuk mengatasinya, dan tidak dibenarkan apabila pihak pimpinan atau pihak tertentu mengatakan “itu adalah tugasmu dan kamulah yang harus bertanggungjawab”. 

Kelima, partisipasi aktif dari seluruh unsur stakeholders. Partisipasi tidak hanya diukur oleh jumlah melainkan harus juga diukur oleh seberapa banyak elemen masyarakat yang terlibat, misalnya dari latar belakang jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), latar belakang usia (tua dan muda), latar belakang sosial-ekonomi (kaya – menengah dan msikin) dan lain sebagainya. Bias partisipasi seringkali dijumpai, misalnya pertemuan yang dihadiri oleh 40 orang dan yang dihadiri oleh 20 orang. Dari aspek jumlah, 40 orang lebih baik dari yang 20 orang, tetapi dari aspek kualitas mungkin saja yang 20 orang akan menjadi lebih baik dan partisipatif karena mereka adalah wakil dari seluruh elemen masyarakat, sementara yang 40 orang hanyalah dari kelompok karang taruna.   

 Keenam, lingkup dan cakupan  program berlangsung secara terpadu. Keterpaduan ini diawali dengan ketajaman analisis dalam melihat persoalan. Keterpaduan dari sudut pandang “tujuan” mengandung arti bahwa tujuan pemberdayaan harus meliputi aspek intelektual, aspek sosial-ekonomi, aspek fisik, dan aspek manajerial. Tujuan juga harus mampu meningkatkan aspek pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan. Selanjutnya dari sisi pelakunya, keterpaduan harus diartikan kepada kerjasama unsur stakeholders yang harmonis dan kondusif. 

Ketujuh, mengutamakan penggalian dan pengembangan potensi lokal. Pengembangan potensi lokal untuk merintis kemandirian dan memperkecil terjadinya ketergantungan kepada pihak luar. Pengembangan potensi lokal yang konsisten, juga mengandung maksud agar masyarakat sadar bahwa kontribusi itu jauh lebih realistis untuk tujuan rasa memiliki.   

Kedelapan, aktif melakukan mobilisasi dan peningkatan swadaya yang bertumpu kepada kekuatan masyarakat sendiri/kelompok sasaran  (self-reliant development). 
Kenyataan banyak sekali bentuk kemampuan yang bisa diswadayakan oleh masyarakat misalnya: tenaga, ide dan pemikiran, uang, dan kepemilikan (tanah dan harta lainnya).

Kesembilan, mengembangkan metode pembinaan yang konstruktif dan
berkesinambungan. Program pembinaan dikonstruksi bersama oleh semua pihak sehingga dapat dipastikan bahwa antara satu bentuk pembinaan dengan bentuk yang lainnya akan berkorelasi positif, saling mendukung dan berkesinambungan. 

Kesepuluh, pelaksanaan kegiatan berlangsung secara gradual/bertahap. Tahapan kegiatan sebaiknya dibuat bersama masyarakat. Fasilitator dapat menggabungkan antara waktu yang tersedia bagi program dan yang tersedia pada masyarakat. Tahapan kegiatan tidak akan berpengaruh kepada waktu yang disediakan. Justru dengan tahapan itulah akhirnya seberapa sempitpun waktu yang disediakan, akhirnya dapat dikonsumsi atau dibagi dengan adil.    

Kesebelas,  seluruh unsur  stakeholders harus konsisten terhadap pola kerja pemberdayaan. Pola ini harus dibedakan dengan pola kerja pada pembangunan fisik. Pemberdayaan adalah untuk kepentingan manusia seutuhnya. Oleh karena itu pola dan cara kerja harus mampu menyentuh kepada  seluruh kepentingan masyarakat (SDM, ekonomi dan material serta manajrial) 

Keduabelas, komitmen serta peduli kepada  misi pemberdayaan dan kepadamasyarakat miskin yang kurang mampu (Sense of mission, sense of community, andmission driven profesionalism). 

PNPM - Mandiri Perkotaan


Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Mandiri Perkotaan ( PNPM – MP )

Organisasi pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan merupakan suatu bagian dari pengelolaan program nasional PNPM Mandiri yang telah diatur dalam Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang diterbitkan oleh Tim Pengendali PNPM Mandiri. Penyelenggaraan program PNPM Mandiri Perkotaan dilakukan secara berjenjang dari tingkat nasional sampai tingkat kelurahan.

 
Tingkat Nasional

Penanggungjawab pengelolaan program tingkat nasional PNPM Mandiri Perkotaan adalah Departemen Pekerjaan Umum yang bertindak sebagai lembaga penyelenggara program (executing agency) yang dalam pelaksanaannya Menteri Pekerjaan Umum membentuk organisasi dan tata kerja Unit Manajemen Program P2KP (PMU-P2KP) melalui surat keputusan Menteri Pekerjaan Umum, nomor: 358/KPTS/M/2008 tentang organisasi dan tata kerja Unit Manajemen Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (PMU-P2KP). PMU P2KP bertanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan dengan tugas pokok melaksanakan koordinasi, pengendalian, monitoring, dan pembinaan teknis.


Tingkat Provinsi

Ditingkat Provinsi dikoordinasikan langsung oleh Gubernur setempat melalui Bappeda Provinsi dengan menunjuk Tim Koordinasi Pelaksanaan PNPM yang anggotanya terdiri dari pejabat instansi terkait daerah sebagai pelaksana ditunjuk Dinas Pekerjaan Umum bidang Kecipta Karyaan dibawah koordinasi SNVT (Satker Non Vertikal Tertentu) PBL tingkat provinsi.


Tingkat Kabupaten/ Kota

Ditingkat Kota/kabupaten dikoordinasikan langsung oleh walikota/bupati setempat melalui Bapeda Kota/Kabupaten dengan menunjuk Tim koordinasi Pelaksanaan PNPM (TKPP). Pemkot/ kab dibantu oleh setker Kota/ Kabupaten yang diangkat menteri PU atas usulan Bupati/ Walikota. Dalam pelaksanaan dan pengendalian kegiatan ditingkat Kota/ Kabupaten akan dilakukan oleh Koordinator Kota (Korkot) yang dibantu beberapa asisten korkot di bidang manajemen keuangan, teknik/ infrastruktur, manajemen, data dan penataan ruang.


Tingkat Kecamatan

Di tingkat Kecamatan unsur utama pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah camat dan perangkatnya ; dan Penanggung jawab Operasional Kegiatan (PJOK) dengan peran dan tugas masing masing unsur adalah sebagai berikut :

a. Camat

Peran pokok camat adalah memberikan dukungan dan jaminan atas kelancaran pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya.

b. Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK)

PJOK adalah perangkat kecamatan yang diangkat oleh Kepala Satker PBL atas usulan walikota/ bupati untuk pengendalian kegiatan ditingkat kelurahan dan berperan sebagai penanggung jawab administrasi pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya.


Tingkat Kelurahan

Di tingkat kelurahan unsur utama pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah : (1). Lurah / kepala desa dan perangkatnya ; (2) Relawan masyarakat dengan peran dan tugas masing-masing unsur adalah sebagai berikut :


1. Lurah

Secara umum peran utama kepala kelurahan adalah memberikan dukungan dan jaminan agar pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga tujuan yang diharapkan melalui PNPM Mandiri Perkotaan dapat tercapai dengan baik.


2. Relawan Masyarakat

Kehadiran relawan masyarakat sangat dibutuhkan sebagai konsekwensi logis dari penerapan pembangunan yang berbasis masyarakat yang membutuhkan penggerak-penggerak dari masyarakat sendiri yang mengabdi tanpa pamrih, ikhas, peduli dan memiliki komitmen kuat pada kemajuan masyarakat di wilayahnya. Proses pembangunan yang berbasis masyarakat tidak akan terlaksana apabila pelopor-pelopor yang menggerakkan masyarakat tersebut merupakan individu-individu yang bekerja dengan pamrih pribadi. Dengan kata lain perubahan masyarakat sangat ditentukan oleh relawan-relawan yang memiliki moral baik dan mampu menjadi contoh perubahan.


Organisasi pelaksana : Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) dan  Kelompok Swadaya Masyarakat ( KSM)

Pengorganisaian masyarakat dalam Program PMPN Mandiri Perkotaan , adalah upaya terstruktur untuk menyadarkan masyarakat akan kondisi yang dihadapi , potensi yang mereka miliki , dan peluang yang ada pada mereka . Pengorganisasian masyarakat  tidak diartikan sebagai membentuk wadah organisasi , tetapi lebih merupakan kesepakatan bersama untuk bersatu sebagai sesama warga masyarakat di suatu kalurahan  untuk bersama-sama menanggulangi kemiskinan sebagai gerakan moral . Umtuk memimpin gerakan penaggulangan kemiskinan inilah diperlukan pimpinan yang dapat diterima oleh  semua pihak yang tidak parsial, tidak mewakili golongan tertentu dan juga tidak mewakili wilayah tertentu.

Oleh karena itu, maka konsep lembaga kepemimpinan pada program PNPM Mandiri adalah berbentuk dewan sehingga tidak ada kekuasaan individu. Lembaga kepemimpinan inilah yang kemudian diharapkan mampu memimpin masyarakat dalam gerakan penanggulangan kemiskinan secara terorganisir. Lembaga kepemimpinan itu kemudian dikenal sebagai Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM).

Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Perkotaan yang semula bernama P2KP dilapangan melibatkan berbagai pihak, antara lain fasilitator, aparat pemda dan masyarakat . Pada tahap awal pelaksanaan dilakukan upaya memasyarakatkan program ke masyarakat , dilakukan penyebaran informasi melalui media seperti poster dan folder serta informasi langsung yang dapat diberikan oleh fasilitator kelurahan. Dengan upaya ini diharapkan masyarakat kelurahan yang bersangkutan dapat mengetahui dan memahami berbagai persyaratan yang diperlukan bagi tiap warga yang berkepentingan untuk menjadi peserta .

Tujuan dari penyerbarluasan informasi ditahap awal program adalah agar masyarakat mendapatkan informasi yang jelas , benar dan tepat mengenai tujuan dan sasaran program sehingga dapat memahami dan mampu melaksanakan program dengan penuh tanggung jawab serta untuk menanamkan pengertian dan kesadaran kepada masyarakat untuk aktif berpartisipasi baik dalam perencanaan , pelaksanaan maupun pemeliharaan kegiatan.

Adapun materi yang disampaikan meliputi : gambaran umum program, proses pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan jenis kegiatan yang dapat dilakukan KSM beserta kemudahan dan kesulitan yang dihadapi oleh setiap jenis kegiatan.

Untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat langkah pertama yang dilakukan oleh Koordinator Wilayah dan Fasilitator Kelurahan adalah melakukan sosialisasi program pada tingkat kecamatan . Sosialisasi ini diikuti oleh wakil dari setiap kelurahan yang terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat, dan aparat kelurahan .

Setelah pertemuan di tingkat kecamatan dilakukan tindak lanjut dengan pertemuan wakil-wakil setiap RW di masing-masing kelurahan. Aparat kelurahan   mengundang para tokoh masyarakat, pengurus RT/RW , kader masyarakat , kader PKK untuk mendapatkan informasi lebih mengenai P2KP.

Kebijakan Dan Program Nasional Penanganan Permukiman Kumuh 2015 - 2019

Kebijakan Dan Program Nasional Penanganan Permukiman Kumuh 2015 - 2019

MEMPERSIAPKAN GENERASI MUDA YANG MEMBLUDAK

PDF Print E-mail
Pada akhir tahun 2014 lalu, di Universitas Padjadjaran Bandung digelar pertemuan besar Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) yang pesertanya datang dari seluruh Indonesia. Dengan fasilitas yang diberikan oleh Rektor Unpad, yang juga seorang ahli kependudukan, Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA, Ketua Umum IPADI, Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto mengundang ahli kependudukan dari dalam dan luar negeri bicara tentang permasalahan kependudukan di Indonesia. Para pembicara yakin bahwa masalah kependudukan di Indonesia dewasa ini berbeda dibandingkan dengan maslah yang dihadapi di masa lalu. Di masa lalu, keluarga Indonesia banyak kehilangan anak-anaknya di medan perjuangan kemerdekaan, dan secarsa naluriah berburu menambah jumlah anak-anaknya. Dewasa ini keluarga Indonesia makin sadar bahwa jumlah dua anak dianggap cukup dan tidak menambah lagi anak-anaknya.

Dari segi demografi setidaknya ada tiga pokok permasalahan yang menonjol. Pertama, biarpun kesadaran dan pengetahuan tentang masalah KB cukup tinggi, tetapi perhatian pemerintah yang sangat kecil terhadap kelangsungan program dan gerakan ini memprihatinkan dan disayangkan mengakibatkan komitmen di tingkat akar rumput yang semula sudah tinggi dirasakan mengendor. Kedua, membludaknya penduduk usia muda dan remaja dalam era bonus demografi dianggap sebagai masalah yang baru muncul di tahun 2030, padahal sudah terjadi di banyak provinsi sejak tahun 1990-an. Ketiga, membludaknya penduduk lanjut usia, sepuluh kali lipat dibanding tahun 1970-an, sementara penduduk Indonesia hanya melipat dua kali saja, dianggap sebagai peristiwa biasa dan kurang memperoleh perhatian.

Ketiga persoalan serius itu masih ditambah dengan naiknya aspirasi dari keluarga Indonesia yang makin urban, makin dewasa, makin berpendidikan, dan makin demokratis yang secara cepat memerlukan penanganan yang tepat. Karena itu diusulkan segera dibuat “roadmap” kependudukan untuk dijadikan pedoman bagi pemerintah memimpin dan mengkoordinasikan penanganan pembangunan berbasis kependudukan di Indonesia. Agar bisa dikerjakan dengan baik, diperlukan pertama-tama kesadaran dan pengetahuan yang benar dan luas dari seluruh pemangku kekuasaan dan para pelaksana pembangunan di Indonesia. Oleh karena itu BKKBN perlu ditempatkan secara wajar agar bisa mengkoordinasikan kegiatan yang jauh lebih kompleks dibandingkan tugasnya di masa lalu. Tidak saja mengkoordinasikan program KB, tetapi juga membantu para pemimpin di segala tingkatan mengarahkan program dan kegiatan pembangunan berbasis kependudukan secara horizontal dan vertikal sampai ke akar rumput.

Peningkatan pengetahuan dan program yang benar untuk mengatasi masalah kependudukan itu perlu segera disampaikan kepada khalayak dibarengi pemetaan keluarga Indonesia. Peta keluarga dijadikan landasan pelaksanaan roadmap yang disusun, diikuti program pemberdayaan keluarga sebagai unit terkecil masyarakat. Unit ini mengantar setiap penduduk mengikuti proses untuk berperan sebagai pelaku pembangunan. Setiap penduduk menjadi pelaku pembangunan, bukan hanya pengikut pembangunan. Karena itu roadmap harus bisa mencatat kemajuan meningkatnya setiap keluarga dalam proses berkembang menuju kepada keluarga yang mandiri, sejahtera dan mampu membawa keluarganya ke arah tujuan roadmap yang digariskan, yaitu keluarga sejahtera yang dinamis dan peduli sesamanya.

Persoalan paling serius yang dihadapi adalah bagaimana memberikan persiapan yang sangat intens terhadap lebih dari 175 juta penduduk usia kerja yang hanya separonya saja masuk angkatan kerja atau bekerja secara efektif guna menjamin lebih dari 250 juta penduduk Indonesia dewasa ini. Pertama-tama kita harus menyelesaikan jutaan penduduk yang tingkat pendidikannya rendah agar bisa memanfaatkan pasar kerja atau membuka pasar kerja baru yang menguntugkan. Penduduk menganggur dengan latar belakang formal harus segera ditangani agar semangat sekolah tidak kendur dan mentelantarkan penduduk tanpa pendidikan. Kita harus menarik kembali tenaga terdidik dan sarjana yang keluar dari pasar kerja dan menempatkan penduduk terdidik itu yang menempatkan diri sebagai “bukan angkatan kerja” karena posisinya hanya mengurus rumah tangga, atau kedudukan lain dalam katergori bukan angkatan kerja, ditempatkan kembali dalam angkatan kerja dan disediakan lapangan kerja yang menguntungkan.

Perlu diciptakan entrepreneur sederhana pada tingkat desa agar sumber daya alam sebagai bahan baku yang melimpah bisa diolah menjadi produk laku jual dan menguntungkan. Dukungan masyarakat untuk mencintai dan membeli produk lokal perlu dirangsang. Perlu kampanye secara besar-besaran agar kemampuan produksi bisa habis terjual dan akhirnya membuat produsen makin mahir dan berakhir dengan kualitas produk yang makin unggul dan menguasai pasar.

Kearifan para sesepuh yang jumlahnya melimpah dan usianya bertambah panjang perlu digali dan dipergunakan dengan baik. Para lansia bukan makluk yang harus diistirahatkan, tetapi diajak memilih pekerjaan yang tidak membebani secara fisik, tetapi mempunyai daya ungkit untuk memberi semangat generasi muda dan mengantar anak cucu lebih yakin untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar dan berkelanjutan. Para lansia diajak tetap memberi perhatian pada tiga generasi sebagai wujud cinta kasih yang tidak ada hentinya. Pada bagian lain, program KB pelu dibawa kepada khalayak dengan menantang setiap keluarga menguasai delapan fungsi keluarga secara tuntas agar budaya mempunyai dua orang anak bukan suatu paksaan, tetapi keharusan untuk menguasai pelaksanaan delapan fungsi keluarga secara bulat dan berhasil.  (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Yayasan Damandiri).


KECAMATAN SIBOLGA SELATAN GELAR LOMBA PERAHU MESIN TEMPEL

SIBOLGA- Dalam rangka menyambut hari jadi Kota Sibolga ke 315, pemerintah Kecamatan Sibolga Selatan menggelar lomba perahu mesin tempel di kawasan KNTM Kota Sibolga, Kamis (19/3) sore kemarin.
Camat Sibolga Selatan Sahat Simatupang mengatakan, pihaknya menggelar sejumlah kegiatan termasuk menggelar hiburan rakyat untuk menyambut hari jadi Kota Sibolga ke 315. “Sebelumnya, juga telah dilakasanakan lomba sepak bola dan tarik tambang ibu-ibu antar lingkungan. Kemudian, lomba perahu mesin tempel dan lomba lagu daerah pesisir Sibolga. Dan pada malam puncak tanggal 21 Maret yang lalu  digelar malam hiburan rakyat,ungkapnya.
Ketua panitia pelaksana Dedi Sutomo Simanjuntak didampingi Sekretaris Ali Wardana Panggabean menyampaikan, lomba perahu kayu bermesin tempel ini diikuti sebanyak 18 tim nelayan yang tergabung dalam wadah Kelompok Nelayan Tolong Menolong (KNTM) Kota Sibolga. Satu tim maksimal 3 orang anggotanya. Dan yang ikut dalam perlombaan ini yakni 2 tim dari Kecamatan Sibolga Sambas, 2 tim dari Kecamatan Sibolga Kota, dan 14 tim dari Kecamatan Sibolga Selatan, jelasnya seraya menginformasikan bahwa penyerahan hadiah akan dilakukan Sabtu malam (21/3).
Perlombaan dilepas langsung oleh Wali Kota Sibolga HM. Syarfi Hutauruk disaksikan ratusan warga di lokasi KNTM maupun sejumlah tangkahan yang berada di sepanjang rute lomba yang panjangnya sekitar 8 mil.     (HEN)