Selasa, 17 Maret 2015

PEMDA DIMINTA KONSISTEN SOAL LARANGAN CANTRANG

KKPNews-Jakarta. Pemerintah daerah dihimbau untuk tetap konsisten dalam menertibkan penggunaan alat tangkap ikan cantrang di daerahnya. Pasalnya, di beberapa daerah diketahui masih menerbitkan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) untuk kapal dibawah 30 GT yang menggunakan cantrang.
“Sebagai contoh di Provinsi Jawa Tengah, dalam perkembangannya jumlah kapal yang menggunakan alat penangkapan ikan cantrang di daerah ini bertambah dari 3.209 pada tahun 2004 menjadi 5.100 pada tahun 2007,” ungkap Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Gellwynn Jusuf pada konferensi pers yang digelar di Kantor Pusat KKP Jakarta, Minggu (22/02).
Peraturan larangan penggunaan alat tangkap cantrang sebenarnya sudah dikeluarkan sejak lama. Dimulai sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri Pertanian Nomor 503/Kpts/UM/7/1980. Kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Dirjen Perikanan Nomor IK.340/DJ.10106/97 sebagai petunjuk pelaksanaan dari larangan penggunaan cantrang. “Pada intinya cantrang hanya diberikan bagi kapal dibawah 5 GT dengan kekuatan mesin di bawah 15 PK”, ujar Gellwynn.
Selanjutnya menurut Gellwyn, berbagai permasalahan yang timbul terkait penggunaan cantrang ini sudah lama terjadi. Hal itu dipicu karena banyaknya kapal di atas 5 GT yang izinnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah dengan alat penangkapan ikan yang lain namun dalam prakteknya menggunakan cantrang. Sehingga terjadi upaya hukum untuk menertibkan dan menimbulkan konflik dengan nelayan dari daerah lain.
“Permasalahan lain yang sangat krusial adalah terjadinya penurunan produksi sebesar 45 persen dari 281.267 ton pada tahun 2002 menjadi 153.698 ton di tahun 2007, dan situasi tersebut juga berdampak pada penurunan sumber daya ikan demersial sebanyak 50 persen,” tambah Gellwyn.
Lalu ia pun menjelaskan bahwa telah ditemukan sejumlah pelanggaran di Jawa Tengah terkait operasional alat penangkapan ikan cantrang. Salah satunya adalah pengecilan ukuran Gross Tonnage kapal yang dibuktikan dengan hasil uji petik yaitu di daerah Tegal, Pati dan Rembang. Kemudian spesifikasi teknis alat penangkapan ikan yang tidak sesuai ketentuan baik ukuran mata jaring ikan (mesh), size maupun ukuran tali ris.
Memahami akan berbagai permasalahan yang ditimbulkan, maka pada tanggal 24 April 2009 pemerintah daerah Jawa Tengah melakukan pertemuan dengan perwakilan nelayan Kabupaten Rembang, Pati, Batang, dan Kota Tegal dengan difasilitasi Departemen Kelautan dan Perikanan (KKP kala itu) di BBPPI Semarang.
Dari hasil pertemuan tersebut diketahui bahwa para nelayan memahami dan sepakat bahwa cantrang merupakan alat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dan siap mengalihkannya secara bertahap. Namun fakta dilapangan berbeda, jumlah armada kapal dibawah 30 GT yang menggunakan cantrang malah semakin bertambah.
Terkait hal itu, Gellwynn secara tegas mengatakan bahwa penyelesaian permasalahan kapal cantrang yang telah beroperasi di luar ketentuan agar diselesaikan oleh pemerintah daerah provinsi. Hal itu cukup beralasan karena pemerintah provinsi memiliki kewenangan dan pengendalian terhadap pemberian izin kapal dibawah 30 GT.
Lebih lanjut menurut Gellwynn, diterbitkannya PERMEN KP N0. 2/Permen-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di WPP Negara Republik Indonesia cuma untuk menagih janji nelayan untuk mengentikan penggunaan alat tangkap cantrang yang telah disosialisasikan sejak 2009 itu.
“Permen KP No. 2 Tahun 2015 itu sebenanrnya hanya melanjutkan kebijakan lama dan menegaskan bahwa secara prinsip kapal cantrang dilarang beroperasi diseluruh WPP-NRI”, pungkas Gellwynn. (RP/DS).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar