Dalam rangka menuju kepada cita-cita
Indonesia sebagai poros maritim dunia, Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) dan lembaga terkait berkomitmen dalam penegakan hukum di
laut. Pembangunan kelautan dan perikanan lima tahun kedepan harus
dilandasi oleh tiga pilar yang saling terintegrasi, yakni aspek-aspek
kedaulatan (sovereignity), keberlanjutan (sustainability), dan kemakmuran (prosperity).
Hal ini disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
dalam sambutannya di acara Semiloka Penguatan Penegakan Hukum di Bidang
Kelautan dan Perikanan, di Jakarta, Senin (30/03).
Menteri Susi menegaskan bahwa cita-cita
Presiden Jokowi yang ingin mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim
dunia tidak akan bisa diwujudkan apabila Indonesia gagal melaksanakan
penegakan hukum yang berwibawa dan tegas, serta tanpa pandang bulu (non
diskriminatif). “Nasib Penegakan hukum Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing ada di ditangan Bapak-bapak dan Ibu-ibu. Halaman baru dari penegakan hukum kita terhadap IUU Fishing harus
kita mulai. Penegakan hukum yang tidak kompromistis dan mampu
menumbuhkan efek gentar terhadap siapapun,” tegas Menteri Susi kepada
tamu yang hadir diantaranya, Kabaharkam Polri yang mewakili Plt Kapolri;
Asisten Operasi (Asops) TNI AL mewakili Kasal; Sestama Bakamla yg
mewakili Kabakamla, Ketua Satgas Gahtas IUUF dan para anggota Satgas,
Sekjen KKP, Dirjen PSDKP, Perwakilan dari Kemitraan, dan peserta
Semiloka (Asop-asop lantamal, Kadiv-kadiv hukum lantamal,
Direktur-direktur Polair, dan Kepala-kepala Satker dan Pangkalan
PSDKP).
“Dalam pelaksanaanya selama 5 bulan
setelah saya dilantik sebagai Menteri, saya telah menetapkan beberapa
strategi kebijakan dengan tujuan meningkatkan kemandirian dalam
mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
Strategi yang dilaksanakan mencakup pemberantasan IUU Fishing, memberlakukan moratorium perizinan usaha perikanan tangkap bagi kapal eks asing, meningkatkan kepatuhan (compliance) pelaku usaha kelautan dan perikanan, penataan perizinan usaha perikanan, pelarangan alih muatan (transhipment),
penerapan manajemen kuota penangkapan, rehabilitasi ekosistem pesisir
dan pengelolaan kawasan konservasi perairan, dan pengaturan alat
tangkap ramah lingkungan serta strategi-strategi lainnya,” ungkap
Menteri Susi.
Menurut Menteri Susi ada beberapa hal
yang harus dilakukan kedepan agar tidak ada lagi penegakan hukum yang
sangat lemah seperti perlakuan terhadap kapal Hai Fa. “Diantaranya (1)
pembangunan on line case tracking system yang harus di update secara real time oleh
semua penyidik dan bisa diakses secara bersama-sama diantara penyidik,
bahkan penuntut. Semua institusi dengn akses itu bisa mengontrol dan
memberikan bantuan satu sama lain. Saya sudah minta Satgas anti IUU Fishing dan Ahli IT untuk bekerja sama dengan bapak-bapak, agar case tracking system bisa
diselesaikan dengan cepat; (2) saya minta ada penyempurnaan dalam SOP
penegakan hukum kita, agar tidak ada lagi kejahatan perikanan yg sangat
serius (serious crime) hanya didakwa dengan hukuman denda
pidana (hukuman ringan) saja. Kita semua berkewajiban untuk menggunakan
pasal-pasal yang mampu menumbuhkan efek gentar. Saya pun tidak menutup
kemungkinan mengusulkan perubahan UUP–namun dengan UUP ini saja,
sebetulnya kita masih bisa menggunakan pasal-pasal yang ancaman
hukumannya berat; (3) saya minta semua penanganan perkara dibahas dalam
rakor rutin sebulan sekali yang dihadiri oleh paling tidak masing-masing
eselon 1 (KKP, Polri, TNI AL, Bakamla dan Kejaksaan) dengan
menggunakan bahan on line case tracking system; (4) selenggarakan diklat bersama yang dilakukan secara rutin agar terjadi kesamaan pandangan dalam penegakan hukum IUU Fishing; (5)
Penegakan hukum tidak dapat lagi dilakukan secara parsial dan sektoral.
Kejahatan atau pelanggaran yang termasuk dalam kategori IUU Fishing seringkali tidak terlepas dengan beberapa kejahatan lainnya,” tegas Menteri Susi.
Menteri Susi juga menjelaskan satu hal penting yang perlu dipahami bersama bahwa penegakan hukum sebagai pilar pemberantasan IUU Fishing tidak dapat dilakukan lagi secara business as usual, parsial dan sektoral. Kejahatan atau pelanggaran IUU Fishing harus
di respon dengan cara-cara yang keras dan tegas sehingga mampu
menimbulkan efek gentar dan mampu membuat mereka jera atau kapok (deterrent effect). Penanganannya pun harus dilakukan secara bersama-sama dan sinergis. Kejahatan IUU Fishing seringkali
tidak terlepas dari kejahatan lainnya seperti pelanggaran kepabeanan,
pajak, imigrasi, ketenagakerjaan, narkotika, pencucian uang, dan
lain-lain.
Sebagaimana diketahui, Perdana Menteri
Thailand Prayut Chan-o-cha berjanji untuk mengakhiri perdagangan manusia
di industri perikanan, setelah terkuaknya perdagangan tenaga kerja pada
industri tersebut. Thailand menghadapi larangan ekspor kelautan dan
mungkin diperluas untuk menutup ekspor utama lainnya lainnya seperti
beras atau karet. Gen Prayut dalam siaran persnya juga mengatakan
perusahaan yang melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan
negara-negara lain dan penggunaan pekerja yang diperdagangkan harus
dihukum dan tidak memiliki banyak kesempatan untuk melakukan bisnis
apapun di negara ini. “Ini merupakan bentuk komitmen yang kuat dari
Pemerintah Thailand dalam menegakkan hukum,” tambah Menteri Susi.
Menurut Menteri Susi, tentunya tidak
mudah untuk dapat mewujudkan penegakan hukum dibidang kelautan dan
perikanan yang memenuhi 3 (tiga) tujuan diatas karena melibatkan
banyak instansi lain yang turut berperan dalam hal ini. Selain soal
banyaknya intansi yang terkait, masih ditemukannya beberapa permasalahan
yang perlu diselesaikan secara bersama, diantaranya adalah masih
minimnya dukungan teknologi, sarpras, kapasitas penegakan hukum (skill)
yang masih rendah, integritas aparat, dan keterpaduan dalam penanganan
perkara kelautan dan perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan
telah melakukan kerjasama khususnya dengan beberapa intansi yaitu TNI
Angkatan Laut, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung RI, dan
PPATK. Dalam waktu dekat kami akan membangun kerjasama yang intensif
dengan Bakamla.(RP/Wien)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar