Kamis, 26 Maret 2015

MEMPERSIAPKAN GENERASI MUDA YANG MEMBLUDAK

PDF Print E-mail
Pada akhir tahun 2014 lalu, di Universitas Padjadjaran Bandung digelar pertemuan besar Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) yang pesertanya datang dari seluruh Indonesia. Dengan fasilitas yang diberikan oleh Rektor Unpad, yang juga seorang ahli kependudukan, Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA, Ketua Umum IPADI, Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto mengundang ahli kependudukan dari dalam dan luar negeri bicara tentang permasalahan kependudukan di Indonesia. Para pembicara yakin bahwa masalah kependudukan di Indonesia dewasa ini berbeda dibandingkan dengan maslah yang dihadapi di masa lalu. Di masa lalu, keluarga Indonesia banyak kehilangan anak-anaknya di medan perjuangan kemerdekaan, dan secarsa naluriah berburu menambah jumlah anak-anaknya. Dewasa ini keluarga Indonesia makin sadar bahwa jumlah dua anak dianggap cukup dan tidak menambah lagi anak-anaknya.

Dari segi demografi setidaknya ada tiga pokok permasalahan yang menonjol. Pertama, biarpun kesadaran dan pengetahuan tentang masalah KB cukup tinggi, tetapi perhatian pemerintah yang sangat kecil terhadap kelangsungan program dan gerakan ini memprihatinkan dan disayangkan mengakibatkan komitmen di tingkat akar rumput yang semula sudah tinggi dirasakan mengendor. Kedua, membludaknya penduduk usia muda dan remaja dalam era bonus demografi dianggap sebagai masalah yang baru muncul di tahun 2030, padahal sudah terjadi di banyak provinsi sejak tahun 1990-an. Ketiga, membludaknya penduduk lanjut usia, sepuluh kali lipat dibanding tahun 1970-an, sementara penduduk Indonesia hanya melipat dua kali saja, dianggap sebagai peristiwa biasa dan kurang memperoleh perhatian.

Ketiga persoalan serius itu masih ditambah dengan naiknya aspirasi dari keluarga Indonesia yang makin urban, makin dewasa, makin berpendidikan, dan makin demokratis yang secara cepat memerlukan penanganan yang tepat. Karena itu diusulkan segera dibuat “roadmap” kependudukan untuk dijadikan pedoman bagi pemerintah memimpin dan mengkoordinasikan penanganan pembangunan berbasis kependudukan di Indonesia. Agar bisa dikerjakan dengan baik, diperlukan pertama-tama kesadaran dan pengetahuan yang benar dan luas dari seluruh pemangku kekuasaan dan para pelaksana pembangunan di Indonesia. Oleh karena itu BKKBN perlu ditempatkan secara wajar agar bisa mengkoordinasikan kegiatan yang jauh lebih kompleks dibandingkan tugasnya di masa lalu. Tidak saja mengkoordinasikan program KB, tetapi juga membantu para pemimpin di segala tingkatan mengarahkan program dan kegiatan pembangunan berbasis kependudukan secara horizontal dan vertikal sampai ke akar rumput.

Peningkatan pengetahuan dan program yang benar untuk mengatasi masalah kependudukan itu perlu segera disampaikan kepada khalayak dibarengi pemetaan keluarga Indonesia. Peta keluarga dijadikan landasan pelaksanaan roadmap yang disusun, diikuti program pemberdayaan keluarga sebagai unit terkecil masyarakat. Unit ini mengantar setiap penduduk mengikuti proses untuk berperan sebagai pelaku pembangunan. Setiap penduduk menjadi pelaku pembangunan, bukan hanya pengikut pembangunan. Karena itu roadmap harus bisa mencatat kemajuan meningkatnya setiap keluarga dalam proses berkembang menuju kepada keluarga yang mandiri, sejahtera dan mampu membawa keluarganya ke arah tujuan roadmap yang digariskan, yaitu keluarga sejahtera yang dinamis dan peduli sesamanya.

Persoalan paling serius yang dihadapi adalah bagaimana memberikan persiapan yang sangat intens terhadap lebih dari 175 juta penduduk usia kerja yang hanya separonya saja masuk angkatan kerja atau bekerja secara efektif guna menjamin lebih dari 250 juta penduduk Indonesia dewasa ini. Pertama-tama kita harus menyelesaikan jutaan penduduk yang tingkat pendidikannya rendah agar bisa memanfaatkan pasar kerja atau membuka pasar kerja baru yang menguntugkan. Penduduk menganggur dengan latar belakang formal harus segera ditangani agar semangat sekolah tidak kendur dan mentelantarkan penduduk tanpa pendidikan. Kita harus menarik kembali tenaga terdidik dan sarjana yang keluar dari pasar kerja dan menempatkan penduduk terdidik itu yang menempatkan diri sebagai “bukan angkatan kerja” karena posisinya hanya mengurus rumah tangga, atau kedudukan lain dalam katergori bukan angkatan kerja, ditempatkan kembali dalam angkatan kerja dan disediakan lapangan kerja yang menguntungkan.

Perlu diciptakan entrepreneur sederhana pada tingkat desa agar sumber daya alam sebagai bahan baku yang melimpah bisa diolah menjadi produk laku jual dan menguntungkan. Dukungan masyarakat untuk mencintai dan membeli produk lokal perlu dirangsang. Perlu kampanye secara besar-besaran agar kemampuan produksi bisa habis terjual dan akhirnya membuat produsen makin mahir dan berakhir dengan kualitas produk yang makin unggul dan menguasai pasar.

Kearifan para sesepuh yang jumlahnya melimpah dan usianya bertambah panjang perlu digali dan dipergunakan dengan baik. Para lansia bukan makluk yang harus diistirahatkan, tetapi diajak memilih pekerjaan yang tidak membebani secara fisik, tetapi mempunyai daya ungkit untuk memberi semangat generasi muda dan mengantar anak cucu lebih yakin untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar dan berkelanjutan. Para lansia diajak tetap memberi perhatian pada tiga generasi sebagai wujud cinta kasih yang tidak ada hentinya. Pada bagian lain, program KB pelu dibawa kepada khalayak dengan menantang setiap keluarga menguasai delapan fungsi keluarga secara tuntas agar budaya mempunyai dua orang anak bukan suatu paksaan, tetapi keharusan untuk menguasai pelaksanaan delapan fungsi keluarga secara bulat dan berhasil.  (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Yayasan Damandiri).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar