|
|
|
Pada
akhir tahun 2014 lalu, di Universitas Padjadjaran Bandung digelar
pertemuan besar Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI)
yang pesertanya datang dari seluruh Indonesia. Dengan fasilitas yang
diberikan oleh Rektor Unpad, yang juga seorang ahli kependudukan, Prof.
Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA, Ketua Umum IPADI, Prof. Dr. Prijono
Tjiptoherijanto mengundang ahli kependudukan dari dalam dan luar negeri
bicara tentang permasalahan kependudukan di Indonesia. Para pembicara
yakin bahwa masalah kependudukan di Indonesia dewasa ini berbeda
dibandingkan dengan maslah yang dihadapi di masa lalu. Di masa lalu,
keluarga Indonesia banyak kehilangan anak-anaknya di medan perjuangan
kemerdekaan, dan secarsa naluriah berburu menambah jumlah anak-anaknya.
Dewasa ini keluarga Indonesia makin sadar bahwa jumlah dua anak dianggap
cukup dan tidak menambah lagi anak-anaknya.
Dari segi demografi setidaknya ada tiga
pokok permasalahan yang menonjol. Pertama, biarpun kesadaran dan
pengetahuan tentang masalah KB cukup tinggi, tetapi perhatian pemerintah
yang sangat kecil terhadap kelangsungan program dan gerakan ini
memprihatinkan dan disayangkan mengakibatkan komitmen di tingkat akar
rumput yang semula sudah tinggi dirasakan mengendor. Kedua, membludaknya
penduduk usia muda dan remaja dalam era bonus demografi dianggap
sebagai masalah yang baru muncul di tahun 2030, padahal sudah terjadi di
banyak provinsi sejak tahun 1990-an. Ketiga, membludaknya penduduk
lanjut usia, sepuluh kali lipat dibanding tahun 1970-an, sementara
penduduk Indonesia hanya melipat dua kali saja, dianggap sebagai
peristiwa biasa dan kurang memperoleh perhatian.
Ketiga persoalan serius itu masih
ditambah dengan naiknya aspirasi dari keluarga Indonesia yang makin
urban, makin dewasa, makin berpendidikan, dan makin demokratis yang
secara cepat memerlukan penanganan yang tepat. Karena itu diusulkan
segera dibuat “roadmap” kependudukan untuk dijadikan pedoman bagi
pemerintah memimpin dan mengkoordinasikan penanganan pembangunan
berbasis kependudukan di Indonesia. Agar bisa dikerjakan dengan baik,
diperlukan pertama-tama kesadaran dan pengetahuan yang benar dan luas
dari seluruh pemangku kekuasaan dan para pelaksana pembangunan di
Indonesia. Oleh karena itu BKKBN perlu ditempatkan secara wajar agar
bisa mengkoordinasikan kegiatan yang jauh lebih kompleks dibandingkan
tugasnya di masa lalu. Tidak saja mengkoordinasikan program KB, tetapi
juga membantu para pemimpin di segala tingkatan mengarahkan program dan
kegiatan pembangunan berbasis kependudukan secara horizontal dan
vertikal sampai ke akar rumput.
Peningkatan pengetahuan dan program yang
benar untuk mengatasi masalah kependudukan itu perlu segera disampaikan
kepada khalayak dibarengi pemetaan keluarga Indonesia. Peta keluarga
dijadikan landasan pelaksanaan roadmap yang disusun, diikuti program
pemberdayaan keluarga sebagai unit terkecil masyarakat. Unit ini
mengantar setiap penduduk mengikuti proses untuk berperan sebagai pelaku
pembangunan. Setiap penduduk menjadi pelaku pembangunan, bukan hanya
pengikut pembangunan. Karena itu roadmap harus bisa mencatat kemajuan
meningkatnya setiap keluarga dalam proses berkembang menuju kepada
keluarga yang mandiri, sejahtera dan mampu membawa keluarganya ke arah
tujuan roadmap yang digariskan, yaitu keluarga sejahtera yang dinamis
dan peduli sesamanya.
Persoalan paling serius yang dihadapi
adalah bagaimana memberikan persiapan yang sangat intens terhadap lebih
dari 175 juta penduduk usia kerja yang hanya separonya saja masuk
angkatan kerja atau bekerja secara efektif guna menjamin lebih dari 250
juta penduduk Indonesia dewasa ini. Pertama-tama kita harus
menyelesaikan jutaan penduduk yang tingkat pendidikannya rendah agar
bisa memanfaatkan pasar kerja atau membuka pasar kerja baru yang
menguntugkan. Penduduk menganggur dengan latar belakang formal harus
segera ditangani agar semangat sekolah tidak kendur dan mentelantarkan
penduduk tanpa pendidikan. Kita harus menarik kembali tenaga terdidik
dan sarjana yang keluar dari pasar kerja dan menempatkan penduduk
terdidik itu yang menempatkan diri sebagai “bukan angkatan kerja” karena
posisinya hanya mengurus rumah tangga, atau kedudukan lain dalam
katergori bukan angkatan kerja, ditempatkan kembali dalam angkatan kerja
dan disediakan lapangan kerja yang menguntungkan.
Perlu diciptakan entrepreneur sederhana
pada tingkat desa agar sumber daya alam sebagai bahan baku yang melimpah
bisa diolah menjadi produk laku jual dan menguntungkan. Dukungan
masyarakat untuk mencintai dan membeli produk lokal perlu dirangsang.
Perlu kampanye secara besar-besaran agar kemampuan produksi bisa habis
terjual dan akhirnya membuat produsen makin mahir dan berakhir dengan
kualitas produk yang makin unggul dan menguasai pasar.
Kearifan para sesepuh yang jumlahnya
melimpah dan usianya bertambah panjang perlu digali dan dipergunakan
dengan baik. Para lansia bukan makluk yang harus diistirahatkan, tetapi
diajak memilih pekerjaan yang tidak membebani secara fisik, tetapi
mempunyai daya ungkit untuk memberi semangat generasi muda dan mengantar
anak cucu lebih yakin untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar
dan berkelanjutan. Para lansia diajak tetap memberi perhatian pada tiga
generasi sebagai wujud cinta kasih yang tidak ada hentinya. Pada bagian
lain, program KB pelu dibawa kepada khalayak dengan menantang setiap
keluarga menguasai delapan fungsi keluarga secara tuntas agar budaya
mempunyai dua orang anak bukan suatu paksaan, tetapi keharusan untuk
menguasai pelaksanaan delapan fungsi keluarga secara bulat dan berhasil.
(Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Yayasan Damandiri).
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar